Rasullah Shalallahu alaihi wasallam bersabda :"Aku tinggalkan pada kalian dua pusaka yang apabila kalian berpegang padanya kalian akan selamat di dunia dan akhirat yaitu AlQur'an dan Hadits " untuk itu saudara Muslim seiman,InsyaAllah kami akan mencoba untuk menulis Hadits-2 tersebut satu demi satu yang bersumber dari Hadits-2 yang Shahih.
Sabtu, 10 Juli 2010
As-Sunnah, Wahyu Kedua Setelah Al-Qur`an
Pengertian As-Sunnah
(H.R. Abu Dawud no.4604 dan yang lainnya dengan sanad yang shahih, juga diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam al-Musnad IV/130)
Tidak seperti yang di sangka oleh sebagian kelompok sesat, seperti Qadianiyah (Kelompok pengikut Mirza Ghulam Ahmad al-Qadiani yang mengaku sebagai nabi, yang muncul di negeri India pada masa penjajahan Inggris) dan Qur`aniyun (Kelompok yang mengingkari As-Sunnah, dan hanya berpegang pada Al-Qur’an), yang hanya mengimani (meyakini) Al-Qur`an namun menolak As-Sunnah. Mereka beranggapan salah (dari sini nampak sekali kebodohan mereka akan Al Qur’an, seandainya mereka benar-benar mengimani Al Qur’an sudah pasti mereka akan mengimani As-Sunnah, karena betapa banyak ayat Al Qur’an yang memerintahkan untuk mentaati Rasulullah yang sudah barang tentu menunjukkan perintah untuk mengikuti As-Sunnah) tatkala mengatakan bahwa As-Sunnah telah tercampur dengan kedustaan manusia; tidak lagi bisa dibedakan mana yang benar-benar As-Sunnah dan mana yang bukan. Sehingga, mereka menyangka, setelah wafatnya Rasulullah , kaum muslimin tidak mungkin lagi mengambil faedah dan merujuk kepada as-Sunnah.( Al-Hadits Hujjatun bi Nafsihi fi Al Aqaid wal Ahkam hal. 16)
about 4 months ago · Delete Post
Kamis, 08 Juli 2010
Larangan Menuduh Wanita Baik-Baik Lagi Mukminah Berbuat Zina
Allah berfirman, "Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang fasik," (an-Nuur: 4).
Allah Ta'ala juga berfirman, "Sesungguhnya orang-orang yang menuduh wanita yang baik-baik, yang lengah lagi beriman (berbuat zina), mereka kena la'nat di dunia dan akhirat, dan bagi mereka azab yang besar, pada hari (ketika), lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan. Di hari itu, Allah akan memberi mereka balasan yag setimpal menurut semestinya, dan tahulah mereka bahwa Allah-lah yang Benar, lagi Yang menjelaskan (segala sesutatu menurut hakikat yang sebenarnya)," (an-Nuur: 23-25).
Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a, dari Rasulullah saw., bahwa beliau bersabda, "Jauhilah tujuh perkara yang mendatangkan kebinasaan." Para sahbat bertanya, "Apakah ketujuh perkara itu, wahai Rasulullah?" Rasulullah saw. menjawab, "Menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan alasan yang dibenarkan syari'at, memakan riba, memakan harta anak yatim, melarikan diri dari medan pertempuran, dan melontarkan tuduhan zina terhadap wanita-wanita mukminah yang terjaga dari perbuatan dosa dan tidak tahu menahu dengannya," (telah disebutkan takhrijnya).
Kandungan Bab:
Kerasnya pengharaman menuduh berzina wanita mukminah yang terjaga dari perbuatan dosa dan tidak tahu menahu dengannya. Dan penjelasan bahwasanya perbuatan itu termasuk dosa besar dan terdapat di dalamnya laknat, adzab, dan disyari'atkannya hukuman.
Hukum menuduh laki-laki baik sama dengan menuduh wanita baik-baik. Para ulama tidak membedakan antara keduanya.
Hukuman bagi pelaku perbuatan ini mengandung tiga hukuman: dicambuk sebanyak delapan puluh kali, tidak diterima persaksiannya, dan pelakunya dihukumi fasik.
Para ulama berselisih pendapat tentang hukum menuduh budak berbuat zina, apakah wajib dijatuhkan hukuman ataukah tidak? Dan telah disebutkan pendapat yang rajih yakni wajibnya dijatuhkan hukuman dalam kitab al-'itqu.
Terangkatnya hukuman bagi palaku jika ia mendatangkan empat orang saksi.
Barangsiapa menuduh seseorang melakukan liwath (homosek) atau mengeluarkan seorang dari nasabnya yang ma'ruf, maka ia dicambuk sebagaimana hukuman menuduh zina.
Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin 'Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar'iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi'i, 2006), hlm. 3/453-463.
Rabu, 07 Juli 2010
KEBODOHAN DALAM AGAMA
analisa :
KEBODOHAN DALAM AGAMA
oleh : Izzudin Karimi
KEBODOHAN DALAM AGAMA
oleh : Izzudin Karimi
Kebodohan termasuk sebab kesesatan yang paling besar, tidak sebatas sesat diri namun menyesatkan orang lain. Bahaya kebodohan, lebih-lebih pada seseorang yang diikuti, dipaparkan oleh Rasulullah saw dalam hadits Abdullah bin Amru berkata, aku mendengar Rasulullah saw bersabda,
إِنَّ اللهَ لاَ يَقْبِضُ العِلْمَ اِنْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنَ النَّاسِ وَلَكِنْ يَقْبِضُ العِلْمَ بِقَبْضِ العُلَمَاءِ حَتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِ عَالِماً اِتَّخَذَ النَّاسُ رُؤُوساً جُهَّالاً فَسُئِلُوا فَأَفْتَوا بِغَيْرِ عِلْمٍ فَضَلُّوا وَأَضّلُّوا
“Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu dari manusia secara langsung, akan tetapi Dia mencabut ilmu dengan mewafatkan para ulama, sehingga ketika Dia tidak menyisakan seorang ulama, orang-orang mengangkat para pemimpin yang bodoh, mereka ditanya lalu mereka berfatwa tanpa ilmu, akibatnya mereka sesat dan menyesatkan.” Muttafaq alaihi, al-Bukhari dan Muslim.
Bentuk-bentuk kebodohan dalam agama yang berbahaya
1- Kebodohan terhadap manhaj salaf
Manhaj beragama yang benar adalah manhaj salaf, berdasarkan sanjungan Allah Ta'ala kepada mereka dalam beberapa ayat dan tazkiyah Nabi saw kepada mereka, di tambah bukti historis yang menunjukkan bahwa kehidupan agama dan dunia mereka adalah yang terbaik, karena kebenaran cara beragama mereka. Pada saat generasi berikut atau orang-orang yang hadir sesudah mereka, mengikuti jejak mereka, maka generasi tersebut selalu berjalan di atas jalan kebenaran, namun tatkala mereka mulai meninggalkannya dan mengambil cara-cara beragama lainnya, kehidupan beragama dan dunia mereka mengalami kemunduran dan perpecahan. Generasi berikut tidak mengikuti jalan salaf shalih disebab, salah satunya, oleh kebodohan mereka terhadap manhaj ini.
2- Kebodohan terhadap posisi akal sehat dalam agama
Benar, akal mempunyai nilai urgensi sendiri dalam Islam, di mana ia merupakan manath taklif, salah satu syarat pembebanan, tanpanya tidak ada pembenanan syariat, namun hal ini tidak berarti bahwa akal bisa melancangi wahyu, karena keterbatasannya dan keunggulan wahyu, dari sini bila ada dugaan –saya katakan dugaan, karena sebenarnya tidak ada- pertentangan, maka akal harus mengikuti wahyu, bukan malah dijadikan sebagai timbangan bagi wahyu. Bila hal ini dibalik, di mana akal menjadi titik timbang wahyu maka yang terjadi adalah kesesatan yang bermula dari kebodohan terhadap posisi akal dalam agama.
3- Kebodohan terhadap petunjuk dalil
Said bin Mansur meriwayatkan dari Ibrahim at-Taimi berkata, suatu hari Umar menyendiri, dia berkata kepada dirinya sendiri, “Bagaimana umat ini berselisih sementara Nabinya satu?” Maka dia mengundang Ibnu Abbas, Umar bertanya, “Bagaimana umat ini berselisih sementara Nabinya satu dan kiblatnya satu?” Ibnu Abbas menjawab, “Wahai Amirul Mukminin, al-Qur`an diturunkan kepada kami lalu kami membacanya dan kami mengetahui pada apa ia diturunkan, lalu setelah kita muncul orang-orang yang membaca al-Qur`an dan tidak mengetahui pada apa ia diturunkan, sehingga masing-masing orang mempunyai pendapat, bila sudah demikian maka mereka akan berselisih.”
4- Kebodohan terhadap maqashid syariah
Dan kebodohan ini biasanya terjadi pada orang-orang yang ilmunya dangkal, sehingga dia tidak mampu memperhatikan dalil-dalil secara general dan komprehensif yang darinya dia mampu menetapkan suatu hukum secara proporsional. Saat hal ini tidak dilakukan karena ketiadaan ilmu, maka yang terjadi adalah ketimpangan dalam menarik kesimpulan dan hukum terhadap sesuatu.
Ambil Khawarij sebagai contoh, apa yang saya katakan terbukti pada mereka, Ibnu Umar berkata, “Mereka adalah makhluk Allah terburuk. Mereka mengambil ayat-ayat untuk orang-orang kafir dan menerapkannya atas orang-orang mukmin.” Hal ini tidak lain karena mereka tidak melihat secara komprehensif, hanya memandang dari satu sudut saja, Nabi saw telah menyifati mereka bahwa mereka adalah orang-orang yang membaca al-Qur`an namun tidak melewati tenggorokan mereka, artinya –wallahu a’lam- mereka tidak memahami karena al-Qur`an hanya sampai di tenggorokan mereka saja, tidak menyentuh hati yang menjadi titik pemahaman, hanya terbatas pada suara dan bunyi yang tidak membedakan antara orang-orang yang paham dengan orang-orang yang tidak paham.
5-Kebodohan terhadap kebodohan diri
Akibatnya dia merasa bahkan yakin di atas kebenaran, padahal perasaan atau keyakinan di atas kebenaran bukan berarti memang di atas kebenaran. Hal ini rumit, pemiliknya sulit meninggalkannya, karena dia tidak menyadari kebodohannya bahkan dia menyangkan itulah ilmu, bahkan membodohkan orang lain. Akibatnya mereka akan terus di atas kesesatan tanpa menyadarinya, setan menjadikan apa yang lakukan dan apa yang mereka yakini sebagai sebuah kebenaran yang indah.
“ “Maka apakah orang yang berpegang pada keterangan yang datang dari Rabbnya sama dengan orang yang setan menjadikannya memandang baik perbuatannya yang buruk itu dan mengikuti hawa nafsunya?” (Muhammad: 14).
“ “Maka apakah orang yang dijadikan setan menganggap baik pekerjaannya yang buruk lalu dia meyakini pekerjaan itu baik sama dengan orang yang tidak ditipu oleh setan) ? Maka sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang dikehendakiNya dan menunjuki siapa yang dikehendakiNya; maka janganlah dirimu binasa karena kesedihan terhadap mereka. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat.” (Fathir: 8). Wallahul Musta’an.
Dari Manahij Ahlil Ahwa` wal Iftiraq wal Bida’, Dr. Nashir bin Abdul Karim al-‘Aql.
Senin, 05 Juli 2010
DOA MENOLAK FIRASAT BURUK
ALLAHUMA LA THOYRO ILA THOYROKA, WA LA KHAIRO ILA KHAIROKA, WA LA ILAHA GHAIROKA
“Ya Allah! Tidak ada kesialan kecuali kesialan yang Engkau tentukan, dan Tidak ada kebaikan kecuali keba-ikanMu, serta tiada Ilah (yang berhak disembah) selain Engkau.”
(HR. Ahmad 2/220, Ibnus Sunni no. 292, dan lihat Al-Ahadits Ash-Shahihah, no. 1065)
Langganan:
Postingan (Atom)